Rabu, 27 Maret 2019

Surat Untuk Kairo


Hasil gambar untuk lukisan kairo

Sudah lama sekali ya Rin semenjak terakhir kali kita meninggalkan tawa-tawa lepas kita sewaktu masih duduk di bangku SMA. Sejak saat itu aku jarang sekali mendengar kabarmu. Bahkan beberapa teman dekat pun seolah kehilangan kontakmu saat itu. Terakhir aku mendengar kabar kau tengah bekerja di Jakarta sebagai guru honorer di salah satu sekolah dasar di sana. Aku tak terkejut kau bisa terjun ke dunia pendidikan, bukankah itu memang cita-citamu dari dulu untuk mengajar di sekolah kan ?, setidaknya cita-citamu sudah keturutan, yah meskipun aku tahu itu bukan sepenuhnya cita-cita yang kau inginkan. Ceritamu waktu itu, ketika kita masih jadi sahabat karib di bangku sekolah. Keinginanmu untuk melanjutkan pendidikan di Kairo bukan main-main. Paling tidak dugaanku benar adanya jika dilihat dari perjuanganmu mencari beasiswa kesana kemari hanya untuk menjadikan cita-citamu bukan hanya sekedar pemanis bibir.
            Sudah dua pekan semenjak aku datang ke rumahmu, cuma tinggal Bapak, Ibu dan adik laki-lakimu yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Aku mendapatkan banyak cerita tentangmu dari mereka. Bapakmu bilang kau hampir pingsan karena impianmu sendiri, mengurung diri di kamar,

hmmm.. belajar sampai lupa makan katanya. Haha.. ada-ada saja pikirku.

Ibumu juga sempat cerita bagaimana kondisimu yang sempat beberapa kali demam karena kurang istirahat dan puncaknya kau dilarang pergi ke Kairo. Aku jadi penasaran bagaimana perasaanmu waktu itu. Ku pikir kau tak mungkin pasrah begitu saja dengan larangan orang tuamu. Tak mungkin Rin yang ku kenal selama ini dengan mudah menanggalkan cita-cita yang sudah dibangun waktu kita masih sekelas.
Lima tahun ya Rin kalau ku ingat-ingat kau mulai kepikiran sama Kairo, belajar di sana, mengenal sejarah Islam sekaligus menikmati semua yang disajikan kota itu bagi para pendatang. Rasanya aku sendiri tak akan memungkiri kesungguhanmu untuk pergi ke sana memang punya banyak alasan yang sangat masuk logika. 

Impianmu untuk berdakwah menjadi alasan utama, bukan begitu Rin ? 

Pantas saja jika pada akhirnya orang tuamu menyerah untuk tetap memberikan ijin meski dengan resiko belum tentu ada yang bisa merawatmu lebih baik dari mereka. Bagaimana nanti kalau kau sampai jatuh sakit lagi lantaran kelelahan belajar, atau jika tubuhmu tak kuat dengan perbedaan cuaca di sana. Meskipun penjelasan yang kau sampaikan kepada mereka dapat memberikan sedikit perasaan tenang. Namun tak dapat dipungkiri jika rasa khawatir itu tetap ada dan tak bakal menguap dengan penjelasan segamblang apapun. Seberapa pun banyaknya kau terlihat kuat di hadapan keluargamu, benih-benih kekhawatiran tetap bisa tumbuh sewaktu-waktu jika dihadapkan dengan kabar-kabar yang tak mengenakkan tentangmu.
Wajar saja Rin, toh mereka keluargamu, siapa lagi manusia yang lebih tahu tentangmu selain mereka. Manusia yang paling lama mengenal kekuatan dan kelemahan tubuhmu bahkan sampai urusan hati. Mereka pun juga tahu resikonya ketika merawat anak yang tumbuh dewasa dengan tekad sebulat bulan lima belas. Bahkan semenjak usiamu masih dalam hitungan minggu bibit keras kepalamu sudah mulai terlihat. Mereka tahu resiko itu karena Bapakmu pun orang yang demikian sifatnya.

Sifat keras kepalamu bawaan lahir ya Rin ? hahaha..

Jadi Jakarta hanya jadi tempat singgah sementara saja ya buatmu Rin ?. Keluargamu bilang kalau kau sudah hampir setengah tahun tinggal di Kairo, kota yang sudah kau tunggu untuk dijamahi kebesarannya, ilmu-ilmu yang bisa rakus kau lahap, begitu kalau tak salah kau dulu cerita padaku dengan mata menyalak-nyalak, seolah ingin keluar dari tempatnya singgah. Jujur saja rasanya iri sekali dengan caramu berjuang waktu itu, sampai saat ini akhirnya tujuan itu sudah mapan pada tempatnya. Aku turut bahagia mendengar kabar itu dari keluargamu di sisi lain ada sebersit perasaan sedih tak bisa menemuimu dalam waktu yang cukup lama. Kira-kira empat sampai lima tahun ya kita akan bakal menunda percakapan, itupun kalau kau tak lanjut pendidikan lagi di sana. Padahal aku mau mengajakmu mencoba kedai kopi baru di seberang sekolahan kita dulu. Sumpah di sana kopinya luar biasa Rin.
Membiarkan waktu mengambil ruang pada pertemuan kita adalah kondisi yang tak lantas bisa dipersilahkan begitu saja, tapi Allah maha tahu, bagian mana jatah nasib manusia yang harus didahulukan, manusia hanya pandai merengek-rengek menolak nasibnya sendiri yang tak enak dirasa, tapi seolah menjadi pura-pura lupa pada kondisi sebaliknya. Pada akhirnya kita tak bisa menolak, mengeluh terus-terusan pun bukan jalan keluar yang dianjurkan. Membiasakan diri dengan jatah nasib yang sudah pada waktunya harus dijalani dirasa jadi obat yang paling mujarab. Hanya saja aku sendiri sudah terlanjur kecanduan dengan keluhan-keluhan yang sengaja tak mau ku buang jauh-jauh. Salah satu watak manusia yang paling manusiawi katamu. Sudah tahu penyakitnya, pun dengan obatnya, akan tetapi tak lekas diobati. Lalu pada akhirnya mati menjadi peringatan yang siapapun tak bisa menolak. 

Dasar manusia, lantas aku apa ? haha.

Tidak ada harapan terbesar dari seorang sahabat selain melihat sahabatnya sendiri terus berjuang dengan cita-citanya, sampai dimanapun tahap yang sudah dilangkahi, separah apapun luka yang pernah menjadi bagian dari perjuangan, serusak apapun jalur yang sudah atau bakal dilewati untuk alasan yang bahkan sebagian orang bilang tak masuk di akal. Selama itu adalah cita-cita mulia untuk apa kita peduli. Soal ini barangkali menjadi tuli adalah jurus paling jitu.
Seperti itu saja terus ya Rin, satu-satunya bantuan yang bisa kami berikan padamu hanya do’a, yang tak mengenal jarak apalagi ongkos kirim. Khusus keluargamu yang tak usah ditanya berapa kali mereka mendo’akanmu dalam sehari atau se-jam. Bahkan jika itu membuat bibir mereka sampai berdarah-darah sekalipun. Kau tak perlu risau dengan hal itu, karena bagi mereka luka fisik akan sembuh dengan sendirinya. Innallaha ma’anna, sesungguhnya Allah bersama kita.

Minggu, 08 Juli 2018

Sukamdi Paceklik



Sumber gambar : http://www.pesantrenkaligrafipskq.com/2016/04/lukisan-abstrak-karya-jean-jackues.html


Musim paceklik, warga kampung Kusen berusaha mencari cara agar keluar dari musibah berat yang melanda mereka, karena hampir seluruh warga kampung adalah pekerja sawah alias petani. Mereka harap-harap cemas jika kemarau panjang masih menaungi kampung, musim ini mereka akan gagal panen. Akan banyak orang-orang kampung yang bingung bagaimana untuk balik modal mengingat pertanian menjadi satu-satunya penghasilan yang mereka punya untuk menopang perekonomian rumah tangga.
Banyak yang mengeluhkan panjangnya kemarau tahun ini tak terkecuali Sukamdi yang memang sudah lama menjadi seorang penggarap sawah bahkan bisa dibilang turun-temurun mengingat keterampilan bercocok tanam yang ia miliki saat ini merupakan buah warisan dari Bapaknya. Bahkan kalau mau ditelusuri sekalipun, kakek buyut Sukamdi dulunya juga seorang petani yang tersohor pada masanya. Hampir setiap tahun ia selalu menjadi petani yang mendapatkan untung paling banyak jika dibandingkan dengan warga kampung yang lain. Tak jarang untung yang ia dapatkan bisa dua kali lipat dibandingkan dengan warga kampung Kusen yang lain.
 “Bagaimana kakek dulu pak ?” Tanya Sukamdi kepada Bapaknya.
“Apanya ?”
“Bagaimana kakek dulu bisa terus untung besar dengan musim kemarau seperti ini ?”
                Pertanyaan anaknya tersebut membuatnya mengupas kembali satu-per satu ingatan masa kecil dari Bapak Sukamdi. Bagaimana cara kakeknya bercocok tanam. Bagaimana ia mengatasi kemarau ganas yang jelas pasti mematikan modal para petani jika tidak segera ditemukan solusinya. Ia mencoba mengingat kembali masa-masa dimana waktu senggang sepulang dari sekolah ia gunakan untuk membantu sang kakek di antara genangan lumpur di tengah-tengah area garapan kakek Sukamdi. Jarang sekali pemuda seusianya saat itu yang mau dan mampu bekerja dengan diselimuti terik matahari dan pekatnya timbunan lumpur yang kadangkala ditambah dengan pacet yang menghisap darah para penggarap sawah sebagai pelengkap kerasnya perjuangan mereka saat itu.
Perbedaan cara pandang adalah salah satu alasan mengapa mereka berdua tetap bertahan dengan kondisi pekerjaan yang demikian. Ladang lumpur yang mereka ubah bak ladang emas dan rupiah dengan untung besar jika keteguhan tetap menancap sempurna di dada mereka. Salah satu sebab ia saat itu masih bisa melanjutkan pendidikan dengan biaya yang membuat orang-orang seprofesi mereka acapkali harus sering-sering mengencangkan ikat pinggang.
                “Kakekmu adalah orang yang bijak, ia tetap tampil sederhana  meskipun hasil panen yang ia peroleh melimpah.”
Jika membicarakan tentang pribadi kakek Sukamdi, maka tak akan jauh-jauh dari yang namanya sederhana dan sabar. Dua buah kata yang para ustadz dan ulama pun sering menyebutkannya ketika khotbah Jum’at di masjid kampung Kusen yang letaknya tepat di tepi sungai yang saban hari menjadi sumber irigasi warga bagi bibit-bibit modal yang mereka tandur di antara masing-masing petakan sawah. Namun khotbah tak ubahnya hanya sekedar memenuhi syarat sah sholat Jum’at di kampung Kusen. Hanya sekedar pembeda antara waktu sholat dengan hari-hari yang lain. Kata-kata dakwah gagal menancap dan tumbuh di petakan-petakan hati warga kampung. Mereka lebih memilih memenuhi panggilan dapur daripada lima panggilan adzan yang seolah terbatuk-batuk karena kondisi speaker yang sudah selayaknya digantikan dengan yang baru.
                Beda dulu beda sekarang. Pada masanya kakek Sukamdi, masjid menjadi titik sebab kemakmuran warga kampung Kusen. Masjid menjadi pusat aktivitas warga, baik itu aktivitas warga kampung yang mayoritas muslim seperti sholat berjama’ah maupun aktivitas umum seperti rapat rutin bulanan. Masjid menjadi tempat berkumpulnya warga dari segala usia. Adzan serta sholawat senantiasa menghiasi bangunan sederhana itu. Dari masjid tersebut tak sedikit remaja yang setiap harinya menghiasi waktu malam hari dan akhir pekan mereka dengan mengkaji Al Qur’an. Rutinitas pengajian pun tidak membuat para warga yang siangnya lelah bekerja melupakan kewajiban mereka untuk menimba ilmu agama.
                Kakek Sukamdi menjadi salah satu tokoh utama dibalik kemakmuran masjid kala itu. Bagaimana ia meyakinkan para orang tua untuk tetap menimba ilmu meski kemampuan berfikir mereka melemah disapu usia. Diadakanlah kajian-kajian rutin dengan narasumber dan materi yang sesuai untuk usia mereka. Waktu kajiannya pun diatur supaya tidak memberatkan langkah tua mereka untuk datang ke masjid setelah lelah menggarap ladang-ladang mereka di siang harinya. Sadar dengan kondisi masjid yang sebagian besar hanya diramaikan oleh nafas-nafas senja penduduk kampung, kakek Sukamdi pun memberikan penyegaran dengan mengajak para pemuda-pemudi kampung untuk berperan aktif dalam menjaga geliat dakwah di masjid tersebut tetap berjalan.
                “Tirulah kakekmu, berkat jasanya kampung ini dulu pernah makmur meskipun kemarau panjang macam sekarang”
                “Solusi paceklik ini bukan dengan ngrumat masjid macam kakek dulu pak, apa coba hubungannya masjid sama sawah ? Paceklik ? Toh tiap maghrib dan isya masih ada orang adzan di masjid, tandanya masih ada orang sholat di sana”.
                “Menurutmu siapa yang ngurus sawah kita, kamu kira tanduran yang kamu tanam itu tidak ada yang nggarap ? Tanganmu cuma bisa ngasih pupuk sama nyiram air tok, selebihnya Allah le yang ngrumat”.
                “Allah maha tahu pak, apa masih kurang usaha saya siang malam jaga sawah kita ? Apa yang saya kerjakan selama ini apa tidak dihitung ibadah?”
                Bagaimanapun juga otak bebal Sukamdi seolah telah menolak peran Tuhan dalam setiap keringat yang ia teteskan untuk lahan sawah keluarganya itu. Dia tak mau disalahkan atas perbuatannya sendiri yang dengan sengaja dan jelas-jelas sadar mengacuhkan rasa syukur yang harusnya Sukamdi panjatkan untuk sang pemberi kesuburan dan pertumbuhan pada tiap-tiap bibit yang ia tanam selama ini. Entah setan jenis apa yang sudah menyebabkan imannya terperosok ketitik ini, dimana ia sudah seperti orang yang tak mau tahu dengan kebutuhan jiwanya sendiri, yang ia kini pikirkan hanyalah sawah, sawah dan sawah. Tak ada hal lain yang dapat melegakan pikirannya kecuali bagaimana caranya supaya sawahnya bisa subur kembali dengan hasil panen melimpah. Sehingga dengan itu ia berharap dapat meneruskan nama baik kakeknya yang tersohor sebagai petani sukses di masanya.
                Pada akhirnya musim sulit pun berangsur pergi meninggalkan kampung Kusen. Wajah-wajah murung para penggarap sawah seolah lenyap bersamaan dengan musim buruk yang selama ini menyelimuti kampung. Paceklik yang sudah menjadi kawan akhir-akhir ini menyisakan hikmah dan pelajaran berharga bagi para petani bahwa mereka telah banyak meninggalkan kewajiban mereka terhadap diri sendiri terutama urusan mereka dengan Tuhan lewat masjid kampung yang sejak lama mereka biarkan runtuh. Bukan hanya konstruksi bangunannya saja, semangat jama’ah di dalamnya pun entah dari sejak kapan terkubur mati menyisakan onggokan cerita lama yang hambar jika diceritakan tanpa adanya bukti yang menguatkan. Kampung Kusen yang memang sejak lama dilanda paceklik. Ya, paceklik yang melanda ladang-ladang dan sawah mereka, juga paceklik yang jauh lebih lama melanda iman-iman mereka. Dan kita tahu cucu dari tokoh yang dulunya memakmurkan masjid kini ikut menjadi korban bersama para penduduk kampung.
                 

Minggu, 24 September 2017

Pepayon 2

Hasil gambar untuk lukisan abstrak manusia ular

Sumber gambar : http://lelang-lukisanmaestro.blogspot.co.id/2016/01/lukisan-abstrak-karya-heno-airlangga.html

     Akhirnya warga yang tak mempunyai cukup uang untuk membeli kebutuhan pokok selama satu bulan terpaksa harus berhutang pada para penjual dengan konsekuensi penambahan bunga setiap bulannya. Warga Kali Krasak yang sudah tidak adapilihan lain terpaksa mengikuti kondisi yang bagi mereka pun sama sekali tidak nyaman di dalamnya. Beberapa warga akhirnya pulang ke kampung membawa kebutuhan pokok yang masing-masing sudah mereka beli. Bagi mereka yang tak mau terlilit banyak hutang hanya membawa sedikit barang hasil belanja. Namun tak sedikit warga yang membawa banyak hasil panen tersebut sebanding dengan hutang yang sudah siap mereka tanggung selama beberapa bulan ke depan ditambah bunga yang sudah mereka sepakati dengan para penjual.


“Sudah, kalian jangan terlau khawatir dengan kondisi seperti ini. Siluman itu biar aku ang urus, kalian bukan tandingannya.”
     
       Tak banyak yang dapat dilakukan warga selain menyerahkan segala masalah yang diciptakan siluman itu kepada Mbah Wengi. Hanya dia yang katanya dapat mengusir siluman ular yang memang sudah lama membuat warga tak dapat menikmati kehidupan layaknya petani yang lain. Kalau Mbah Wengi sudah bilang begitu mereka manut, daripada harus berurusan langsung dengan siluman yang katanya cantik itu. Mungkin jika siluman itu memiliki wajah yang seram, bisa saja mereka lansung lari ketika bertemu dengannya. Nah, yang ini silumannya punya paras bak bidadari. Katanya putih bersih seperti nasi warteg Mak Sih yang memang dari dulu menjadi langganan para petani selepas dari sawah. Bisa saja mereka malah kepincut dan tahu-tahu sudah berada di tempat lain. Mungkin karena Mbah Wengi punya tampang yang kurang sedap dilihat jadi siluman itu pun tak tertarik mengambil Mbah Wengi sebagai pepayon. Pernah ketika cucu pertamanya lahir, anaknya tidak mengijinkan untuk menggedong bayinya itu. Karena dulu katanya bayi tetangga tiba-tiba saja demam tinggi sehari setelah dimomong Mbah Wengi, entah apa penyebabnya.
           

       Setidaknya saat ini warga kampung sangat beruntung dengan adanya Mbah Wengi di tengah-tengah mereka. Ia terkadang memberikan banyak nasehat yang jika ada orang yang mendengarnya langsung manggut-manggut pertanda iya, ikut dan nurut apa kata simbah. Maka dari itu di kampung itu ia menjadi penasehat spiritual. Tak hanya warga kampung Kali Krasak saja yang rajin meminta nasehat darinya. Bahkan ada beberapa pejabat dan artis dari Jakarta yang sengaja jauh-jauh ke kampung yang bisa dibilang jauh dari peradaban itu hanya untuk meminta nasehat-nasehat dari simbah. Entah itu tentang bisnis, jodoh, maupun peruntungan lainnya. Untuk warga Kali Krasak yang menyempatkan diri sowan ke tempat Mbah Wengi bisa ditebak apa yang mereka minta, kalau bukan jodoh ya minta diramalkan nomor togel mengingat kondisi ekonomi warga sendiri dari kalangan ekonomi menengah sampai kepada kalangan ekonomi melarat. Jadi tak heran jika banyak warga yang berbondong-bondong minta diramalkan nomor togel karena sudah jengah hidup miskin tujuh turunan, bahkan lebih.


            Hari demi hari warga masih belum mendapati adanya perubahan selain utang mereka yang kali ini ditambah denda karena sudah melebihi waktu pelunasan yang dijanjikan. Terpaksa beberapa warga harus menjual barang-barang berharga milik mereka seperti palu, cangkul, linggis dan semacamnya. Bagi warga Kali Krasak, peralatan semacam itu sangat bernilai besar karena memang tak ada lagi barang yang lebih mahal selain ketiga jenis barang tadi. Namun untuk menutupi hutang-hutang yang sudah terlanjur mereka ambil dari warga kampung tetangga, jelas sangat tidak cukup untuk melunasi hutang yang tersisa. Separuhnya pun tak sampai. Warga tak lagi punya pemasukan selain dari bertani di sawah yang ditengah-tengahnya terdapat sumur keramat yang dihuni siluman pemiskin umat sebut mereka.

(bersambung...)

Minggu, 03 September 2017

Pepayon 1

           Hasil gambar untuk lukisan abstrak manusia ular
Sumber gambar : http://lelang-lukisanmaestro.blogspot.co.id/2016/01/lukisan-abstrak-karya-heno-airlangga.html

          Bagi warga Kali Krasak kisah mengenai legenda siluman ular itu sudah benar adanya. Bahkan legenda tersebut sudah menjadi cerita turun-temurun dari jaman nenek moyang dulu. Menurut cerita jika ada warga yang nekat berladang hingga lepas maghrib, sosok perempuan cantik berbadan setengah ular akan keluar dari dalam sumur tua yang berada di tengah-tengah ladang milik warga. Menurut cerita, mereka yang bertemu dengan sosok siluman ini akan diajak masuk sumur keramat tempat siluman itu tinggal. Jika beruntung mereka yang bisa pulang ke rumah setelah dibawa masuk siluman ini akan linglung seperti orang lupa ingatan. Bahkan ada beberapa warga yang mendadak gila setelah mereka berhasil ditemukan keesokan harinya. Namun tak sedikit warga yang tiba-tiba hilang. Kebanyakan dari mereka terakhir kali pamit pergi berladang hingga keesokan harinya hanya cangkul dan bakul nasi mereka yang berhasil ditemukan. Warga percaya jika mereka yang hilang telah menjadi pepayon siluman ular tersebut.
            Menurut cerita warga asal-muasal siluman ular ini merupakan jelmaan putri Sekar Weling yang cintanya dihianati pangeran Haryo Welang. Rumah tangga yang sudah dikarunia  7 orang anak itu hancur karena pangeran Haryo Welang yang kedapatan bermain api dengan selirnya sendiri. Putri Sekar Weling yang mengetahui akan hal itu akhirnya kalap dan berniat membunuh keduanya, alhasil pertengkaran di dalam rumah tangga pemilik kerajaan itu pun tidak dapat dihindari. Pangeran Haryo Welang yang akhirnya terpancing emosi dengan sengaja membunuh istrinya sendiri Putri Sekar Weling. Agar kejadian itu tidak diketahui seisi kerajaan akhirnya jasad putri Sekar Weling dibuang ke dalam sumur tua di tengah hutan yang sekarang menjadi ladang milik warga tersebut. Sampai sekarang warga pun tidak ada yang berani bekerja di ladang lantaran adanya siluman tersebut. Mbah Wengi merupakan satu-satunya orang yang menjadi asal-muasal cerita itu menyebar ke telinga warga sekampung.
“Ini sudah tidak bisa dibiarkan, banyak warga hilang gara-gara dhemit sumur tua itu mbah, lihat itu si Warni, stres suaminya hilang tak ada kabar sampai sekarang”.
“Jangan gegabah, ini bukan perkara santai yang bisa kalian urus sinambi ngopi di warung Mak Sih, perlu ilmu yang tinggi untuk nggusah siluman itu, kalau tidak kuat kalian bisa ketlingsut juga seperti yang lain”.
“Mau sampai kapan mbah kita harus sabar ? warga banyak yang tak berani ke ladang gara-gara takut digondhol siluman ular itu, akibatnya kita bisa gagal panen tahun ini, anak bojoku ameh dipakani opo ?”
“Tidak usah bingung, sampean-sampean bisa beli bahan pokok ke kampung sebelah, saya dengar hasil panen mereka melimpah tahun ini, bisa untuk mencukupi kebutuhan dua kampung, barangkali mereka mau jual murah untuk tetangga kampung sendiri”.
            Akhirnya karena kondisi tersebut para warga pun mau mengikuti saran mbah Wengi. Keesokan harinya warga kampung Kali Krasak berbondong-bondong ke kampung tetangga untuk membeli hasil panen demi mencukupi kebutuhan keluarga. Warga yang sudah tahu akan kedatangan banyak pembeli akhirnya memberikan harga terbaik yang mereka punya. Tomat, cabai, bawang merah, dan bawang putih mereka naikkan di atas harga pasaran dengan dalih bahwa hasil panen tahun ini anjlok dari tahun-tahun sebelumnya, terpaksa warga Kali Krasak yang membutuhkan kebutuhan pokok dari kampung tetangga harus menerima harga jual yang naik dua kali lipat. Pikir mereka daripada anak istri tidak bisa makan lebih baik rugi sementara waktu dengan harapan akan ada solusi untuk menghentikan teror siluman ular yang menyebabkan kondisi ini terjadi.
(bersambung...)
           

            

Sabtu, 17 Juni 2017

INFO PENDAKIAN TERBARU GUNUNG RINJANI




10 Mei 2017
Kami memulai perjalanan dari bandara Soekarno-Hatta pukul 05.00 WIB. Dengan menempuh waktu perjalanan sekitar 2 jam, kami tiba di Bandara International Lombok pukul 08.00 WITA. Setibanya di bandara kami lalu melanjutkan perjalanan ke basecamp Sembalun. Sayangnya untuk menempuh perjalanan dari bandara ke basecamp hanya tersedia mobil pribadi/travel dengan harga berkisar antara 600-800rb/mobil. Harga tersebut merupakan tarif standar untuk transportasi dari bandara ke Sembalun. Namun tidak menutup kemungkinan kita memperoleh harga yang lebih terjangkau tergantung seberapa pintar kita tawar-menawar dengan pemilik kendaraan. Perjalanan dari bandara ke basecamp Sembalun membutuhkan waktu sekitar 5 jam perjalanan. Pemandangan kota Lombok tak jauh beda dengan kota-kota pada umumnya. Hanya saja ada yang membedakan Lombok dengan kota-kota yang lain. Di sepanjang jalan kalian akan banyak menemukan bangunan masjid baik itu di tepi jalan utama atau sedikit ke dalam dari tepi jalan. Kenapa ? Karena Lombok sendiri dijuluki kota seribu masjid jadi tak heran jika banyak bangunan masjid yang didirikan di kota ini.
O iya ada beberapa tips untuk kalian yang ingin membeli perbekalan pendakian atau logistik. Kami sarankan untuk membeli perbekalan atau logistik ketika masih di dalam kota Lombok. Beli lah perbekalan atau logistik pendakian di Indomart atau Alfamart yang kalian temui selama perjalanan. Disamping lebih lengkap dari segi harga juga bisa kita prediksi karena harga barang-barang di Indomart atau Alfamart di Lombok tak jauh beda di kota-kota lain. Untuk kalian yang mau membeli perbekalan atau logistik pendakian di dekat lokasi basecamp juga tidak masalah. Karena banyak sekali warung-warung yang menyediakan logistik untuk pendakian, tapi jangan kaget jika mereka mematok harga 2 kali lipat dari harga pasaran, mengingat jarak dari kota ke basecamp juga sangat jauh untuk membeli barang dagangan. Untuk biaya simaksi di gunung Rinjani sesuai pengalaman kami sebesar Rp 35.000/orang untuk 4 hari pendakian di akhir pekan. Menurut pengalaman terakhir kami tidak perlu membawa fotocopy kartu identitas sebagai syarat pendaftaran. Tetapi alangkah baiknya kita juga menyediakan sebelumnya jika sewaktu-waktu ada perubahan peraturan yang diberlakukan di gunung Rinjani. Kalian juga akan dibekali kantong sampah oleh petugas basecamp sebagai tempat mengumpulkan sisa sampah makanan perbekalan kalian. Nantinya kantong tersebut harus dibawa turun ke basecamp tempat kalian mengakhiri pendakian sebagai syarat tambahan untuk lapor ke petugas basecamp.
Perjalanan dari basecamp Sembalun ke pos 1 membutuhkan waktu kira-kira 4 jam perjalanan dengan kecepatan santai, bagi kalian yang mempunyai fisik baik waktu tempuh kemungkinan bisa lebih cepat, karena kami sempat juga bertemu dengan pendaki asli Mataram, mereka hanya membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan dari Sembalun ke pos 1. Atau bagi kalian yang membawa perbekalan banyak tapi tidak ingin membawanya sendiri, di basecamp Sembalun juga tersedia jasa porter dan tour guide dengan tarif 200.000/hari. Atau kalian yang mau sampai ke pos 1 lebih cepat, dari basecamp ini tersedia porter dengan sepeda motor. Banyak opsi yang bisa kalian pilih untuk melakukan pendakian di Rinjani, karena gunung Rinjani sudah menjadi destinasi wisata yang banyak didatangi turis mancanegara. Tidak salah jika fasilitas yang disediakan untuk para wisatawan juga lebih lengkap untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung.
Di jalur ini kalian akan disuguhi dengan pemandangan yang indah berupa padang savana yang sangat luas dengan jalur yang masih landai. Bagi kalian yang melakukan perjalanan siang hari dari basecamp, keuntungannya kalian dapat melihat pemandangan indah ini dengan sangat jelas tapi dengan resiko akan cepat haus karena cuaca yang panas dan sedikit sulit menemukan pohon tinggi sebagai tempat istirahat dan berteduh. Di pos ini terdapat shelter yang dapat kalian gunakan untuk berteduh. Ada juga warga sekitar yang menjual jajanan di pos ini.
Pemandangan jalur pos 1-2

Pemandangan padang savana di sepanjang jalur

Selanjutnya perjalanan dari pos 1 ke pos 2 membutuhkan waktu kira-kira 2 jam perjalanan dengan kecepatan santai. Jalur dari pos 1 ke pos 2 masih tergolong ringan karena masih banyak jalur landai yang bisa kita lewati. Di pos 2 kalian dapat menemukan warung kecil yang menjual beberapa minuman yang dapat kalian beli untuk menambah perbekalan. Tapi jangan kaget dengan harga yang ditawarkan. Bisa 2-4 kali lipat harga normal dikarenakan perjalanan mereka untuk membawa minuman ke pos 2 menempuh jarak yang lumayan jauh. Karena pos ini mempunyai area datar yang cukup luas, kalian dapat mendirikan tenda di sini sebelum melanjutkan perjalanan berikutnya. Di sini juga terdapat sumber air untuk keperluan memasak atau untuk isi ulang bekal air kalian sebelum melanjutkan perjalanan kembali.
Papan di pos 2 jalur Sembalun

Selanjutnya jalur dari pos 2 ke pos 3 didominasi jalan terjal yang banyak menguras fisik dan mental. Namun banyak pohon-pohon tinggi yang dapat kalian gunakan untuk berteduh dari teriknya matahari atau hanya untuk sekedar melepas lelah karena beratnya jalur yang dilalui. Kalian akan menemukan beberapa pos extra dengan bangunan shelter yang dapat kalian gunakan utuk berteduh.
Papan pos 3 jalur Sembalun

Shelter di pos 3

Dari pos 3 menuju pos Plawangan-Sembalun masih berupa jalur-jalur curam dengan beberapa bukit yang harus kalian lewati sebelum mencapai Plawangan-Sembalun. Ada satu bukit yang oleh warga sekitar diberi nama bukit penyesalan. Bukit ini memang  paling curam dan paling panjang dari bukit-bukit lain yang kita lewati sebelumnya. Setelah melewati bukit ini kalian akan sampai di pos Plawangan sembalun. 
Jalur terjal antara pos 3- Plawangan-Sembalun

Bukit Penyesalan


Di pos ini biasanya para pendaki mendirikan tenda sebelum summit ke puncak. Di pos ini juga terdapat sumber air. Namun untuk mencapai sumber air kalian harus menempuh jalur menurun yang kira-kira membutuhkan waktu ±15 menit. Saran kami buatlah tenda di tempat yang paling dekat dengan sumber air yaitu di sekitar shelter yang terdapat di pos ini. Tetapi kalian perlu berhati-hati dengan beberapa monyet yang sewaktu-waktu dapat menyerang tenda kalian. Menurut pengalaman kami monyet akan naik ke pos ini sekitar pukul 10-12 siang. Usahakan pada jam ini ada salah satu anggota regu yang berjaga di tenda. Atau kalian dapat meminta pertolongan para porter yang tidak ikut summit untuk menjaga tenda kalian.
Pos Plawangan-Sembalun


Beberapa pendaki mendirikan tenda di pos ini

         Demi mendapatkan waktu sunrise yang tepat kalian harus memperhitungkan waktu keberangkatan. Untuk para porter biasanya mereka berangkat pukul 02.00 dini hari dengan kecepatan normal dan konstan. Namun bagi kalian yang fisiknya tidak terlalu kuat, saran kami untuk memulai keberangkatan lebih awal karena jalur summit didominasi oleh jalur berat berpasir dengan kemiringan ±45 derajat. Bawa perbekalan secukupnya sebelum kalian berangkat. Jangan juga membawa logistik terlalu banyak karena dapat memperlambat kecepatan kalian diakibatkan oleh beban yang berlebih. Tapi jangan juga terlalu sedikit karena jalur menuju puncak sangat menguras fisik dan mental kalian. Sesuai pengalaman kami untuk perbekalan air 1 orang cukup membawa 1,5 liter air ditambah logistik secukupnya. Bawalah jenis makanan yang siap makan jangan bawa makanan yang harus dimasak dulu sebelum dikonsumsi. Bawalah peralatan yang kalian perlukan untuk melewati jalur berpasir seperti masker, kacamata, gaiter, trekking pole, dll.

Jalur panjang berpasir selama proses summit


Berikut beberapa gambar puncak Rinjani yang berhasil kami abadikan.






Selanjutnya untuk perjalanan ke danau Segara Anakan membutuhkan waktu ±2 jam perjalanan dengan jalur bebatuan dan tebing curam. Kalian juga akan melewati perkebunan dan sungai mati untuk menuju danau tersebut. Perhatikan tanda yang terdapat di sepanjang jalur agar kalian tidak tersesat. Saran kami mulailah perjalanan ke danau ketika hari masih siang, karena akan lebih sulit melewati jalur ini ketika hari mulai gelap.
Ketika kalian sudah tiba di danau Segara Anakan, mata kalian akan dimanjakan dengan pemandangan yang luar biasa indah. Pemandangan danau dengan air yang tenang dan bersih, ditambah anak gunung Rinjani yang tepat berada di tengah danau menambah keindahan lokasi ini. Di danau ini kalian juga dapat memancing ikan ataupun berenang. Air yang segar di danau ini akan menghilangkan rasa lelah kalian setelah menempuh perjalanan panjang sebelumnya. Di sini kalian dapat mendirikan tenda karena selain terdapat sumber mata air di sini juga terdapat pemandangan indah lainnya berupa air terjun dan sumber air panas dengan tingkat kepanasan yang berbeda-beda. Namun kalian perlu berhati-hati jika ingin berendam di air panas ini karena di lokasi ini sering terjadi kecelakaan yang dialami para pendaki. Info kecelakaan terakhir yang kami dapat dari warga sekitar adalah tewasnya pendaki yang tenggelam di sumber air panas ini. Kejadian ini terjadi sekitar bulan Maret 2017. Alangkah baiknya untuk kalian yang mendaki di gunung Rinjani taati tata tertib dan peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis di setiap lokasi yang kalian kunjungi supaya resiko kecelakaan dapat kalian minimalisir.

Beberapa pendaki sedang sibuk memancing dan berenang


Panorama danau Segara anakan

Selanjutnya jika kalian akan turun ke basecamp Senaru, alangkah baiknya penuhi perbekalan kalian terutama air, karena untuk menuju ke basecamp Senaru kalian harus naik dulu dari danau menuju pos Plawangan-Senaru dan di jalur ini kalian tidak akan menemukan sumber mata air kecuali di danau. Menurut pengalaman kami ada juga sumber mata air yang terdapat di pos 5 ketika kalian turun dari pos Plawangan-Senaru menuju basecamp. Namun untuk mencapai sumber mata air tersebut kalian harus menempuh jarak yang cukup jauh dari pos.
Jalur yang kalian lewati dari danau menuju Plawangan-Senaru berupa bebatuan terjal yang dikelilingi hutan. Di jalur ini fisik dan mental kalian akan kembali terkuras dikarenakan jalurnya yang terus naik dengan waktu tempuh antara danau ke Plawangan-Senaru membutuhkan waktu ±4 jam perjalanan dengan kecepatan sedang. Saran kami untuk memulai perjalanan pagi hari dari danau sekitar pukul 7-8 pagi supaya ketika kalian sampai di pos Plawangan-Senaru antara pukul 12-13 siang. Jika pada jam tersebut kalian bisa sampai di pos Plawangan-Senaru maka untuk mencapai basecamp Senaru kalian membutuhkan waktu ±9-10 jam perjalanan tergantung kecepatan tempuh kalian masing-masing. Itu artinya jika kalian memulai perjalanan dari pos Plawangan-Senaru pukul 12-13 siang, kalian akan sampai di basecamp Senaru pukul 9-10 malam. Tak heran kenapa waktu tempuh yang kalian butuhkan begitu lama karena jalur dari Senaru sangatlah panjang meskipun banyak bonus jalur landai yang akan kalian peroleh. Pada jalur ini didominasi oleh hutan lebat dan tanah berpasir. Ada juga beberapa pos dengan shelter yang dapat kalian gunakan untuk beristirahat dan mendirikan tenda.
Sesampainya di basecamp Senaru kalian diwajibkan lapor ke petugas dengan melakukan pencatatan di buku laporan daftar pendaki, disertai dengan mengumpulkan kantong sampah yang kalian bawa sebelumnya. Di basecamp ini tersedia MCK yang bisa kalian gunakan untuk mandi maupun membersihkan peralatan yang kalian bawa. Di sini juga tersedia warung yang menyediakan minuman dan makanan untuk mengisi tenaga kalian kembali setelah menempuh perjalanan panjang dari Puncak ke basecamp. Untuk mencapai tempat parkir kendaraan roda empat kalian harus berjalan turun lagi ±1 km menuju lokasi penjemputan terdekat. Tersedia juga ojek motor dari basecamp ke lokasi penjemputan dengan tarif 50.000/orang.
Nah, itulah pengalaman kami selama mendaki ke gunung Rinjani, semoga informasi di atas bermanfaat untuk kalian semua yang akan melakukan pendakian ke gunung Rinjani. Alangkah baiknya kalian juga harus melihat sumber referensi yang lain demi mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan akurat.

Terimakasih.

Minggu, 01 Januari 2017

Akhir Pekan Pak Tom


sumber gambar : wisnujadmika.files.wordpress.com


Aku selalu menunggu masa-masa tertawa bersama pak Tom, terkadang kami berdua sampai terbatuk-batuk tak kuasa menahan kebahagiaan yang meledak-ledak di dalam dada kami. pak Tom memang pintar sekali membawa kebahagiaan di keluarga kami. Pernah suatu ketika aku tak sengaja mematahkan cerutu kesayangan beliau ketika aku membawa anak-anak seusiaku bermain di rumah. Beliau tak lantas marah dan mengusir kami berlima. Beliau hanya menasehati kami untuk tidak bermain perang-perangan di dalam rumah, meski dengan raut wajah yang berusaha menahan amarah yang memang seharusnya pantas keluar, mengingat cerutu itu hadiah dari kawannya dulu semasa masih bekerja sebagai buruh pabrik di Jepang. Akibat peristiwa itu aku mulai menyukai pak Tom untuk menjadi bagian dari lingkungan keluarga kami. Beliau seperti tak pernah kehabisan cara untuk membuat kami sekeluarga terbatuk-batuk menahan tawa karena cerita maupun ulah lucu beliau ketika sedang mengunjungi keluarga kami di akhir pekan. Ia sama sekali tak keberatan jika harus bolak-balik Jogja-Semarang hanya untuk berbagi cerita semasa ia muda dulu.
Kami seperti keluarga baru baginya. Mungkin karena dulu pertemuannya dengan almarhum bapak di Semarang. Waktu itu setelah pak Tom berhenti bekerja di Jepang, ia lalu pulang ke Indonesia dengan tujuan untuk melamar seorang gadis yang sudah lama dikenalnya semasa sekolah. Sebelum beliau berangkat ke Jepang gadis itu sudah ia janjikan untuk dinikahi setelah dirasa punya dana cukup untuk menikahinya juga untuk membangun kios buah yang nantinya akan mereka kelola sendiri setelah menikah. Setibanya di Indonesia pak Tom akhirnya menunaikan janjinya untuk menikahi gadis itu. Setelah menikah pun ia mulai membangun janjinya yang lain yaitu untuk membangun sebuah kios buah di pusat kota Semarang tak jauh dari rumah tempat mereka tinggal. Namun musibah menimpa pak Tom. Beliau harus rela kehilangan kaki kirinya ketika dalam perjalanannya ke pusat kota Semarang untuk melihat-lihat lokasi yang akan ia jadikan kios, pak Tom menjadi korban tabrak lari sopir angkot yang melaju kencang karena dikejar polantas akibat menerobos lampu lalu lintas yang menyala merah. Akhirnya uang yang ia kumpulkan untuk kios tersebut ia gunakan untuk biaya operasi. Akibat peristiwa itu rencana pak Tom gagal, ia kehabisan uang. Istri yang begitu dicintainya tak memiliki perasaan yang sama. Ia lelah setelah setahun merawat lelaki pincang yang ia anggap ingkar dengan janji indah mereka untuk punya kios bersama. Akhirnya dalam keadaan kehilangan bagian tubuhnya, pak Tom juga harus kehilangan separuh hatinya setelah diceraikan sang istri. Bapak yang mengetahui kondisi pak Tom akhirnya membawanya ke rumah untuk dirawat sewaktu bapak masih tinggal di Semarang.
Akhirnya pak Tom memiliki semangat baru untuk melanjutkan janjinya. Kali ini bukan untuk istrinya, melainkan janji untuk dirinya sendiri. Berbekal keterampilannya memperbaiki radio, ia lalu membuka kios kecil dengan modal dari bapak. Kios pak Tom ramai dikunjungi banyak pelanggan yang ingin diperbaiki radionya. Pak Tom memang pandai dalam menjalin hubungan dengan setiap orang yang baru saja ia kenal. Karena itu kiosnya terhitung cepat berkembang, dalam setahun akhirnya pak Tom punya cukup uang untuk mengembalikan modal yang dipinjamnya dari bapak.
Hubungan keluarga kami dengan pak Tom memang sangat dekat. Beliau terkadang membantu bersih-bersih di rumah kami tanpa harus disuruh. Beliau merasa berhutang budi dengan bapak. Beliau terkadang ke rumah kami untuk memperbaiki radio yang tak lagi berfungsi dengan baik, ia tak pernah mau dibayar untuk itu. Baginya membantu keluarga kami adalah sebuah kewajiban yang tak akan ia tinggalkan. Meskipun setelah kami sekeluarga pindah ke Jogja, selama akhir pekan beliau selalu mengunjungi rumah kami. Terkadang beliau membawa beberapa oleh-oleh khas Semarang untuk kami. Terkadang tak membawa apa-apa jika kiosnya sepi. Bagiku tak penting pak Tom membawa oleh-oleh atau tidak. Aku hanya menunggu saat-saat ketika beliau bercerita banyak hal. Kadang ia selipkan bahasa Jepang yang sampai saat ini pun belum aku mengerti maksudnya. Aku selalu melihat sosok pak Tom sebagai orang yang pandai karena bahasa Jepangnya yang aduhai lancarnya. Aku seperti sedang menonton serial kesatria baja hitam ketika mendengar pak Tom sedang bercerita dengan bahasa Jepang.
Terkadang kawan-kawanku aku ajak ke rumah untuk mendengar cerita pak Tom. Mereka mengaku senang dengan pribadi pak Tom yang memang sejak dari dulu suka dengan anak-anak. Meskipun untuk mengatur kami butuh kesabaran yang luar biasa, tapi bagi pak Tom tidak demikian, karena cerita pak Tom bagaikan mesin yang secara otomatis menghentikan kegaduhan kami ketika di rumah. Kami semua memang suka dengan cerita pak Tom. Kami takzim memperhatikan pak Tom bercerita pengalaman waktu ia kesulitan membeli sabun mandi di Jepang karena baru beberapa hari pindah ke sana. Atau ketika ia bingung menunjukkan stadion International Yokohama kepada turis asing karena ia juga belum lancar berbahasa Inggris. Ah, bahagia nian akhir pekan kami jika pak Tom datang ke rumah. Ia seperti guru les kami di hari libur. Dari beliau kami banyak belajar bahwa dalam kondisi apapun kita harus terus berjuang. “Tuhan pasti punya alasan kenapa kita harus melewati sebuah kesulitan dulu untuk memperoleh kamudahan setelahnya”. Kalimat itu yang membuat kami yakin akan pertolongan Tuhan, seyakin lelaki tua berkaki satu yang ada di depan kami. Pelajaran yang banyak kami ambil dari pak Tom bahwa sempurna itu tak harus mempunyai anggota tubuh yang lengkap, tak harus mempunyai harta yang selalu tersedia kapanpun kita mau. Pak Tom adalah sosok sempurna di mata kami. Lelaki yang hidup dengan satu kaki, lelaki yang dipenggal separuh hatinya karena dilanda kemiskinan, lelaki yang dengan terpincang-pincang membangun kehidupannya sendiri di pusat kota Semarang. Lelaki yang membuat kami berfikir, tanpanya akhir pekan kami tak sehangat biasanya.
...
Namaku Liliana, usiaku kini 24 tahun. Kawanku Ayu, Retna, Rudi dan Wahyu. Kami berlima kini sudah sibuk dengan kegiatan kami masing-masing. Seperti Ayu yang kini sibuk mengurus butiknya di Pekalongan dan Rudi yang beberapa tahun yang lalu karena sebuah proyek perusahaan membuatnya harus dikirim ke Jakarta. Sedangkan aku kini tercatat sebagai salah satu mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan negeri ternama di Yogyakarta. Kami tak punya banyak waktu luang untuk berkumpul seperti ketika usia kami masih anak-anak. Dulu sepulang sekolah kami selalu berkumpul dan menghabiskan waktu di rumahku. Baik untuk mengerjakan tugas dari sekolah atau hanya untuk bermain perang-perangan untuk menghilangkan penat karena aktivitas di sekolah. Ah, bukankah terdengar berat bagi anak-anak seusia kami sudah merasakan penat disebabkan banyaknya aktivitas. Bukankah usia seperti itu harusnya kami habiskan untuk bermain dan bermain tanpa harus memikirkan bagaimana cara menghitung rumus segitiga sama kaki atau soal-soal yang membuat kami harus berjam-jam duduk di kursi kayu yang akan mengeluarkan bunyi berdecit jika orang yang duduk di atasnya bergerak sedikit saja.
Kami berlima mengenal pak Tom dengan sangat baik. Beliau juga yang kadang mengajar kami di rumah. Riwayat beliau yang pernah bekerja di Jepang membuat kami saat itu tak pernah sedikitpun meragukan kepandaian pak Tom. Ya meskipun bagi kami dulu pak Tom lebih sering terlihat bodoh jika sedang bercerita di depan kami. Tapi itu tak membuat kami berfikir bahwa pak Tom tak punya kemampuan untuk mengajar kami di rumah. Justru kami berfikir sebaliknya. Bagaimana cara pak Tom menertawakan diri sendiri itu yang masih sulit kami lakukan sampai saat ini. Setinggi apapun gelar dan jabatan kami sekarang, kami masih belum bisa menjadi orang seperti sosok pak Tom yang hanya seorang lulusan SMK. Banyak yang pak Tom ajarkan dan masih kami ingat sampai sekarang. “Senang sekali rasanya jika tindakan bodoh kita bisa bermanfaat bagi orang banyak”, itu yang pernah beliau katakan kepada kami. Menurut pak Tom manusia akan banyak belajar dari hal-hal bodoh yang mereka temukan dari orang lain. Kami selalu merindukan sosok pak Tom. Karena beliau juga kami masih menjaga komunikasi hingga sekarang. Sesibuk apapun kami, setidaknya kami masih mempunyai rasa rindu yang sama, rindu kepada sosok pak Tom, lelaki tua berkaki satu yang selalu kami rindukan banyak ceritanya di akhir pekan. Kini, di sela-sela kesibukan kami sebagai orang dewasa, kami selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul di rumahku setiap akhir pekan,dan menceritakan banyak hal yang kami lalui kepada pak Tom, di pusara beliau.


Selasa, 25 Oktober 2016

Bul bul Wonikebul

Asap mengepul-ngepul dari rumah warga-warga penghuni kampung Wonokebul, di kampung ini Pak Dukuh Dulkamid memang menggalakkan warganya untuk giat merok*k demi kesejahteraan kampungnya di mata pemerintah daerah. Katanya “saya sering nonton di tv, bahwa merok*k dapat meningkatkan perekonomian lewat jalan kepopuleran, jadi semakin kita sering merok*k, semakin populerlah kita di mata nasional, bahkan internasional” tambahnya dengan suara lantang. Pak Dulkamid memang dianggap warga adalah pemimpin yang paling maju, baik pikiran maupun kondisi ekonominya. Sering sekali ide-ide cemerlang semacam ini ia dapat dari banyak iklan-iklan dan tayangan di televisi, cara bicaranya yang lempeng dengan susunan kata dan intonasi sempurna menirukan gaya khas petugas kereta Commuter line, membuat siapapun yang mendengarnya takzim lan sendiko dawuh.
Karena kelihaiannya dalam menyusun kata-kata, Pak Dulkamid berhasil menjabat kepala dusun 3 periode berturut-turut. Beberapa kandidat yang pernah jadi lawannya pun silih berganti tumbang bergelimpangan ketika diadakan sesi debat untuk para calon kepala dusun. Mereka kalah wibawa, kalah bicara, kalah kharisma, kalah pengalaman, bahkan kalah pendukung karena banyak warga yang semula berada di kubu yang berseberangan dengan Pak Dulkamid mendadak berbalik arah dan menjadi simpatisannya.
Himbauannya untuk menggiatkan ngudud bagi setiap warganya dilaksanakan dengan sukarela dan tanpa paksaan, warga kampung tak akan berpikir panjang jika perintah itu datang sendiri dari mulut Pak Dulkamid, dari para simbok-simbok yang setiap pagi pergi menggendong kayu bakar ke pasar, bapak-bapak yang menghabiskan waktunya dinas di antara petakan sawah, sampai anak-anak sekolah pun tak luput dari himbauan Pak Dulkamid, meski terkadang mereka harus merok*k sembunyi-sembunyi takut jika guru mereka di sekolahan tahu dan akhirnya berujung rok*k mereka berpindah saku. Setiap hari suasana kampung Wonokebul selalu diselimuti asap rok*k, dari pagi buta sampai malam menjelang pun asap di kampung ini tak pernah berangsur surut, bahkan kian hari kian bertambah pekat mengalahkan asap kayu bakar ketika para ibu rumah tangga sedang olah-olah di dapur.
Pernah sekali warga ada yang bertanya arti peringatan yang tertulis kecil di bagian bawah bungkus rok*k yang berbunyi “Merok*k dapat mengakibatkan serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin”. Pak Dulkamid dengan tenang hanya menjawab, “peringatan itu ditujukan hanya untuk orang-orang yang sudah sepuh, yang usianya sudah 90 tahun ke atas, jadi untuk para warga yang masih dalam usia produktif atau yang masih berusia di bawah 90 tahun tidak perlu cemas dan khawatir, karena peringatan itu tidak berlaku untuk mereka” himbaunya. Warga kampung yang membuka warung di rumah juga dihimbau untuk mengganti seluruh barang dagangannya dengan rok*k berbagai merk, kalau perlu pasang di depan supaya orang yang lewat pun bisa dengan jelas membaca merk-merk yang dijual di warung. “Tak perlu ambil untung banyak, yang penting cepet laku” kata Pak Dulkamid kepada warga.
Seakan roda perekonomian ikut taklid dengan kata-kata Pak Dulkamid. Penghasilan warga yang berjualan rok*k di warung maupun di pasar meningkat, semula mereka berpenghasilan sehari hanya 50 ribu kini bisa sampai tiga kali lipat, terutama untuk mereka yang membuka warung di rumah. Sejak himbauan merok*k berlaku di kampung Wonokebul, warung mereka silih berganti dikunjungi warga untuk membeli berbagai rok*k yang mereka jual. Para warga yang tergolong mampu bahkan sampai membeli puluhan pack untuk stok mereka di rumah, takut kalau-kalau nanti mereka kehabisan.
Untuk warga yang kurang mampu, mereka dilayani dengan sistem eceran, sehingga warga tidak perlu membeli 1 bungkus penuh untuk bisa merok*k di rumah, ada juga sebagian warung yang menjual udud lintingan, dengan lembaran kertas garet dibungkus dengan kertas minyak bergambar alat musik seruling dan tembakau yang terpisah dibungkus plastik kiloan, cara pakainya mudah, tinggal menaburkan tembakau sesuai selera di atas selembar kertas garet, kemudian kertas dan tembakau digulung dengan kedua telapak tangan membentuk gulungan menyerupai terompet dengan salah satu ujungnya berukuran lebih besar dengan ujung yang lain sebagai tempat yang disulut api. rok*k jenis ini biasanya sering dibeli untuk warga yang berusia lanjut dan berekonomi rendah karena harganya jauh lebih murah dibanding dengan rok*k modern menggunakan bungkus karton kotak. Apapun bentuk rok*knya, bagi warga Wonokebul yang penting mereka ikut berpartisipasi dalam menjaga kepopuleran nama kampung sesuai perintah Pak Dulkamid.
Mengingat dampak positif yang Pak Dulkamid lihat di kampung Wonokebul setelah adanya aktivitas wajib merok*k, ia lalu mempunyai gagasan untuk meningkatkan kepedulian warga terhadap rok*k. Akhirnya berlakulah peraturan tambahan untuk kegiatan ini dengan kewajiban bagi warga yang akan menikah, diwajibkan untuk memakai seserahan maupun mas kawin dengan beberapa bungkus rok*k dan seperangkat korek api, lalu untuk anak-anak kampung yang berprestasi di sekolahan, akan diberi hadiah voucher merok*k bernilai seratus ribu rupiah. Untuk warga Wonokebul yang ketahuan tidak merok*k, akan dikenakan sangsi berupa denda sesuai lama waktu mereka tidak merok*k, dan paling parah Pak Dulkamid memberlakukan hukuman kebiri untuk warga laki-laki dan hukuman diarak keliling kampung untuk warga perempuan yang ketahuan tidak menyediakan rok*k di rumah. Semua warga kampung tanpa berpikir panjang menyetujui peraturan baru tersebut, lagi-lagi karena semua itu perintah dari Pak Dukuh Dulkamid.
Bal.. bul.. bal.. bul..
Sudah sebulan berjalan semenjak peraturan merok*k yang baru diterapkan, warga semakin sering membawa rok*k kemana-mana, di kantong baju, kantong celana, di dalam selendang para simbok yang berjualan di pasar, di sela-sela daun telinga para bapak rumah tangga, bahkan ada yang tergulung rapi di balik dompet. Ketakutan warga yang disebabkan hukuman berat bagi mereka yang tidak merok*k kini tidak dirasakan lagi oleh mereka, warga yang awalnya terbatuk-batuk karena mengisap tumpukan asap rok*k kini sudah mulai dengan tenangnya ngebul kesana-kemari tanpa harus menahan perut yang semula sering kram karena batuk yang tersengal-sengal. Pemandangan ini membuat Pak Dulkamid sebagai kepala dusun menjadi senang bukan kepalang, ia optimis dalam 10 tahun ke depan kampung Wonokebul akan menjadi salah satu kampung terpopuler di dunia mengalahkan desa Dieng dengan festival rambut gimbalnya. Itu artinya perekonomian warga akan semakin meningkat, para awak media akan berbondong-bondong mendatanginya untuk meminta wawancara, ia sudah merencanakan masak-masak apa yang akan ia paparkan kepada para wartawan jika mereka nantinya minta dijelaskan dari mana asal-muasal aktivitas merok*k ini. Semua harapan sudah ia susun rapi di dalam pikirannya, semua program-program yang sudah terlaksana ia catat rapi dalam ceklis yang ia simpan di amplop besar warna cokelat bertuliskan “PROGRAM TERLAKSANA”.
Bal.. bul.. bal.. bul..
Asap rok*k semakin mengepul seperti membentuk lapisan kabut di atas atap-atap rumah warga, sampai saat ini warga belum merasakan dampak yang signifikan dari aktivitas merok*k yang sudah berjalan hampir 2 bulan, kecuali mereka yang membuka warung di kampung yang keuntungannya meningkat karena rok*k dagangan mereka habis diserbu tetangga sendiri.
Hari itu warga kampung Wonokebul tiba-tiba dikejutkan dengan kematian Pak Somo yang memang sudah hampir setengah bulan dirawat di rumah sakit karena batuk parah dan tak kunjung sembuh, suaranya mulai serak dan mengecil lalu lama-kelamaan hilang, ia hanya sering komat-kamit jika ditanya dokter atau ketika minta ini itu kepada suster dan anak-anak yang menjaga beliau selama di rumah sakit. Sebagai kepala dusun Pak Dulkamid sempat datang ke rumah sakit untuk menanyakan perihal penyakit yang diderita Pak Somo. Diagnosa dokter menyatakan paru-paru Pak Somo rusak parah dan menghitam, kata dokter ini disebabkan kebiasaan Pak Somo yang sering merok*k. Kata anak-anaknya, “bapak biasanya habis 2 bungkus tiap hari, itu juga kalau bapak lagi pas kerja, kalau pas hari libur bisa lebih”. Pak Dulkamid merasa sedikit tertolong karena anak-anak Pak Somo tidak menyebut-nyebut namanya sebagai dalang utama dibalik kegemaran merok*k warga. Mendengar pernyataan itu, Pak Dulkamid tak lantas percaya begitu saja. Yang sering ia lihat di tv selama ini, mereka yang sering merok*k malah jago beladiri, berwibawa, kaya raya dengan potongan jas ala petugas MLM, mereka pun selalu terlihat menawan dikelilingi para wanita-wanita cantik. Mungkin dokter ini iri dengan wajahnya yang semakin hari semakin menawan disebabkan karena kebiasaannya merok*k sehingga ia memberikan diagnosa palsu kepadanya, pikir Pak Dulkamid.
Beberapa warga yang sempat menjenguk Pak Somo pun mendengar pernyataan yang sama dari dokter di rumah sakit. Ada yang menolak mentah-mentah diagnosa itu, ada pula yang hanya diam dan mulai ragu dengan kebijakan yang diterapkan Pak Dulkamid. Melihat ada sesuatu yang mengancam kelangsungan programnya, Pak Dulkamid berfikir keras memutar otak untuk memberikan penjelasan kepada warganya yang mulai ragu dengan kredibilitasnya sebagai pimpinan kampung.
Seminggu berjalan tanpa ada pencerahan dari Pak Dulkamid, beberapa warga satu persatu mulai sering keluar masuk rumah sakit, keluhan mereka hampir semuanya sama, paru-paru rusak dan menghitam. Para pelajar yang ketahuan sering membawa rok*k ke sekolahan dipanggil orangtuanya untuk diberikan surat peringatan. Para warga mulai bertanya-tanya, sudah benarkah aktivitas merok*k mereka selama ini?. Pak Dulkamid yang kata-katanya terkenal mujarab mengobati kecemasan warga lebih sering keluar, dinas di kantor kelurahan katanya. Ada pun beberapa warga yang sudah menemui ajal dengan penyakit yang sama diderita oleh Pak Somo. Dari Mbah Kusmin, Pak Sarno, Mas Penget dan yang paling terbaru Robertus anak juragan bathok kelapa yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Pak Dulkamid mulai dicari-cari warga, terkadang mereka datang langsung ke rumah untuk minta penjelasan dan pencerahan. Tetapi Pak Dul sering pergi sampai petang hari. Pernah beberapa warga berhasil menemuinya di malam hari. Ketika ditanya jawabnya singkat dan penuh dengan renungan yang mendalam, “semua itu sudah takdir Tuhan, kita semua tidak tahu nafas ini akan diijinkan Tuhan berfungsi sampai kapan, yang terpenting banyak-banyaklah beribadah, membantu sesama dan menuntut ilmu” katanya. Kata-kata Pak Dulkamid menggetar di dalam dada para warga yang berada di situ, mereka pulang dengan tenang tetapi tidak menemukan solusi untuk malapetaka yang sedang menimpa kampung mereka.
Tiba-tiba Pak Dulkamid mendapatkan pencerahan, ia teringat dengan pohon keramat di ujung kampung yang sudah lama tak diberi sesaji oleh warga yang sudah sibuk dengan kegemaran merok*k mereka. Hari itu juga Pak Dulkamid mengumpulkan warga untuk mengadakan rapat di balai pertemuan, dengan peci hitam dan kemeja merah polos kedodoran, Pak Dulkamid naik ke atas mimbar dan menyampaikan beberapa pernyataan yang telah ia tulis rapi di kertas folio. Pidato ia awali dengan ucapan bela sungkawa kepada para keluarga yang masih dirundung duka. Lalu pada inti pidatonya ia memberikan himbauan yang dirasa akan menjadi racun penawar keraguan warga terhadapnya. Dengan suara lantang dan mimik muka yang dibuat serius, “kepada para warga, bahwa musibah yang sedang kita alami sekarang bukanlah karena kebiasaan kita merok*k, melainkan karena kita sudah lama tidak memberikan sesaji untuk penghuni pohon keramat di ujung kampung, sehingga sing mbaurekso marah kepada kita, sehingga ia menjadikan warga kampung sebagai tumbal dengan memakan paru-paru mereka satu persatu, mulai saat ini kita harus lebih rajin memberikan sesaji kepada penghuni pohon keramat tersebut, agar kampung kita terlepas dari musibah ini, sekian”, tutup Pak Dulkamid yang mengucap salam disertai batuk yang terpingkal-pingkal, sedetik kemudian ia terhuyung tak sadarkan diri, warga panik mencari pertolongan, “Pak Dul dimakan penghuni pohon!!” teriak salah satu warga.