Bahkan pada pandanganmu yang menggetih,
aku pernah menghunuskan perumpamaan paling tajam serupa sepuhan para tetua empu, kau tak pandai merayu pada sebatang dahan yang pancangnya menegakkan tiap tirai jendela kamar hatimu, aku yang pandai meloncat-loncat diantara ranting peraduan, engkau tak pernah pintar melurik selendang peras awan yang setaumu hanya abu dan jidat biru muda mengkilap, walau sebetulnya tiap puntung do'amu selalu saja tentang jalan setapak yang dilukis sandal merah pecah kita, dan selalu kutampikkan di pangkal pahit lidah, "maaf"
Selasa, 27 Januari 2015
Kamis, 22 Januari 2015
Langganan:
Postingan (Atom)