Kamis, 27 November 2014

Ibu


"Engkau masih terus sibuk merapikan kamar kami, tapi tidak dengan senyum yang berserakan sampai ke kolong-kolong.
Bu, barangkali untukmu aku sedang menggambar lengkung bibir pada selembar kerinduan"

Pagimu yang perindu


"Bahkan pagi hanya membubuhkan setulis perumpamaan, dalam hatimu yang selagi bara karena keadaan dan matamu yang cembung dilukis para perindu puisi.
Ia masih enggan menitahmu seperti teh dan air yang luruh marut memandikan cekung cawan.
Engkau masih saja sibuk memetik pelangi yang menyemai pada hujan.
Dengannya engkau nyalakan selembar perapian puisimu, yang terus saja kau sulut pada semerah pipi dan prosa air terjun yang menggambar jelas pada cembung pelatarannya"


Cikarang, 28-11-2014

Senin, 24 November 2014

Kumpulan hadits Rasulullah Muhammad SAW

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Apabila salah seorang di antara kamu
melihat kepada orang yang berada di
atasnya dalam hal harta dan fisik, maka
hendaknya ia melihat kepada orang yang
berada di bawahnya di antara mereka yang
diberikan kelebihan.” (HR. Muslim)




Dalam riwayat dari
Ibnu Umar, bahwa seorang lelaki
mendatangi Nabi saw dan
berkata,”Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang paling diicintai Allah dan
amal apakah yang paling dicintai
Allah Swt?”
Rasulullah Saw menjawab,” Orang
yang paling dicintai Allah adalah
orang yang paling bermanfaat buat
manusia dan amal yang paling
dicintai Allah adalah kebahagiaan
yang engkau masukkan kedalam diri
seorang muslim atau engkau
menghilangkan suatu kesulitan atau
engkau melunasi utang atau
menghilangkan kelaparan."(Hadits riwayat Thabrani)



Rasulullah salallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang bangun dipagi hari dan hanya
dunia yang dipikirkannya, sehingga seolah-olah
ia tidak melihat hak Allah dalam dirinya
(berdzikir) maka Allah subhanahu wata’ala akan
menanamkan empat penyakit. Kebingungan yang
tiada putus-putusya, kesibukan yang tidak
pernah ada ujungnya, kebutuhan yang tidak
pernah terpenuhi, khayalan yang tidak
berujung.” (HR. Muslim)


Hujan lagi

"Hujan hanya seperti puisi yang tenang,
yang mengingatkan tentang letih kemarau,
bukan hujan yang sengaja menyetubuhi sebahagian cembung pipi,
ia hanya luruh sebentar lalu hilang bersama putaran tembang duka,
biarlah ia memandaikanmu pada lusa tentang senyum yang perlahan runtut,
pada girang hati yang bersama membuncah lewat rayuannya pada dedaunan"

Cikarang, 14-11-2014

Minggu, 09 November 2014

Sajak pendek




HUJAN
“Engkau tak pernah bosan menegur hujan, ia betah bersamamu dan menggambar matamu yang begitu gerimis”



SENJA 
“Sebentar saja bersamaku di tengah senja, aku ingin tertawa sebentar bersamamu, lihat..!! senja diam saja tak lekas tenggelam di sudut matamu itu”


NASIB
“Pandai kita menerangkan nasib orang sedang nasib sendiri pun sukar ditulis”


UANG
“Ia selalu dipilih orang-orang lupa, sedikit menghibur sementara, perannya pun terserah kita(harta)”


TERAS
“Yang terbias di depan teras, kita tengah bersama mengetuk masing-masing, hey..!! bolehkah aku mengetuk hatimu sebentar”



KATA
Engkau tak pernah benar, dengannya engkau rajin sekali menukil kembali kata-katamu yang terpasung diantara sepasang hujan atau memang engkau sengaja menyamunkan puisi-puisimu yang rindu-rindu itu. Ia rajin menyetubuhiku ketika malam yang sengaja digelapkan dengan kata-katamu yang pura-pura sekarat supaya aku mau bangkit dan memapahmu kembali ke dalam cangkir-cangkir tanah yang berisi tentang pembicaraanmu dengan meja kayu yang di dalamnya penuh dengan guratan gelak tawa hujan yang pernah kita seduh seharian.



PADI
Kita hanya sebuah padi dengan petakan-petakan kecil yang sengaja dibangun untuk merapikan sebuah pertumbuhan, kita sengaja dibatasi karena dengannya kita mengenal tentang jarak dan beda dan yang mencipta. Kita diam saja jika disyairkan dalam hujan dan puisi-puisi kemarau panjang. Pada akhirnya kita diikat pada sebuah pelukan (tali pengikat) dan ada yang nantinya berakhir sepasang.



GELAS MAGHRIB
Yang pernah ku singgahkan dalam gelas kita berdua, percakapan yang tersamar bening kaca, gelisah yang betah menyimak sepasang pijar mata, kita pada akhirnya berpura-pura girang semisal anak-anak yang menghabiskan tawa mereka hingga maghrib menyuruh pulang, tanpa berpikir panjang harus kemana menghabiskan lagi sore lusa yang seperti itu-itu saja, pada akhirnya percakapan kita berebut dengan meja yang penuh dengan seserakan lamunan dan kata-kata yang masih kita simpan rapi dalam gelas masing-masing, sampai maghib menyuruh kita pulang.



IBU
Engkau tak pernah mengajari caranya merindukan, hanya saja kita dulu sering menghabiskan tawa yang tak pernah sepotong-sepotong seperti kue talam yang sering kau bawa pulang dari pasar depan perempatan kota, entah kau hanya berpura-pura menampilkan lembaran tawa yang semakin terserut keriput, atau memang kau sengaja merautnya kembali untuk menyimpan tertawaaan kita saat lusa ketika mata kita sudah tak saling termaktup bersama lagi, apa karnanya engkau tak pernah mengajari caranya merindukan (ibu).



KANCIL
Jangan berpikir cerdik, karena kita bukan si kancil pencuri ketimun, berpikirlah bijak seperti manusia yang diajari agama.



GERIMIS SEDIH
Jangan kau ganggu dulu, aku sedang sibuk mencari tawamu diantara seserakan gerimis yang sedih.